Minggu, 21 Agustus 2016

EKC NGEBLOG WEEK 31 "Books With A Place in Title"




LONDON : ANGEL
(STPC #5 GAGAS MEDIA)
Windry Ramadhina

Garis besarnya menurut gue novel ini mengisahkan tentang perjuangan seorang cowok bernama Gilang untuk mengejar cintanya, lebih tepatnya cintanya itu ialah sahabatnya sendiri yaitu Ning, berkat ke empat sahabat Gilang, Gilang memantapkan hati untuk pergi ke London menyatakan perasaannya kepada Ning, namun setelah sampai di London semua tidak lah seperti apa yang Gilang bayangkan, Ning menghilang.
Gilang memutuskan hari-hari untuk berjalan-jalan di kota itu sambil mencari tahu di mana keberadaan Ning. Tempat pertama yang Ia kunjungi ialah sebuah kincir raksasa yang menjadi ikon di kota London, saat itu turun hujan, ia bertemu dengan seorang gadis, tak sempat berkenalan saat hujan telah reda gadis itu langsung pergi hanya meninggalkan sebuah payung merah, Gilang berencana mengembalikannya saat ia bertemu gadis itu nanti.
Tempat kedua yang Gilang kinjungi ialah tempat kerja Ning, disana Gilang bertemu Mr. Lowesley dan juga Ayu seorang gadis yang berasal dari indonesia juga yang sangat terobsesi  dengan novel Wuthering Heights cetakan pertama.
Beberapa tempat telah Gilang kunjungi dan kebradaan payung merah si Gadis misterius itu pun  menghadirkan makna sendiri buat Gilang, membuatnya semakin semangat untuk menyatakan cintanya kepada Ning.
Di hari ketiga berada di London akhirnya Gilang bertemu dengan Ning. Tapi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Gilang sepertinya Ning telah jatuh cinta kepada orang lain dan berniat menetap di London, Gilang pun seperti terperangkap dalam kisah cinta segitiga. Ketika itu pulalah Gilang yakin bahwa Ning memang tidak punya perasaan untuknya meskipun Ning sudah berkata bahwa ia ingin belajar jatuh cinta pada Gilang. Namun akkhirnya Gilang tidak memaksakan lagi perasaannya.
Di akhir cerita Gilang bertemu dengan Ayu, di saat hujan turun Gilang menawarkan payung merah itu untuk dipakai berdua bersama Ayu, saat itu pula lah rasa nyaman hadir dalam diri Gilang ketika bersama dengan Ayu.

Dari novel ini ada sebuah quotes yang menurut gue bagus yaitu,

“Tidak ada yang terenggut. Setiap orang punya keajaiban cintanya sendiri. Kau hanya belum menemukannya.”



Terus berbicara tentang judul buku, menurut gue nama kota London menjadi nama yang pas untuk di jadikan judul novel ini, karena di tempat ini pula kejadian-kejadian yang di alami oleh Gilang di ceritakan, di kota ini juga Gilang berjuang mengejar cintanya, di kota bernama London ini jugalah Gilang mendapatkan pengalaman-pengalaman baru, bertemu orang-orang yang membuatnya memahami bagaimana itu cara mencintai, dan walaupun di kota London ini juga dia mengalami patah hati karena cintanya yang tak bisa lagi ia paksakan, tapi di London juga ia bertemu seseorang yang mampu membuat hidupnya menjadi nyaman. Kota ini menjadi istimewa setelah semua kejadian yang Gilang lalui selama berada di sana.

Sabtu, 13 Agustus 2016

EKC Nge-Blog Week 30 - Debut Book

yeaaayyy !!! kegiatan EKC Nge-blog udah sampe di di putaran ketiga, nah pada kali ini temanya yaitu Debut Book, jadi kita di suruh  nyari buku pertama yang langsung jadi best seller di awal penerbitannya. 



Novel Negeri 5 Menara adalah novel karya pertama Ahmad Fuadi dan merupakan salah satu buku pertama dari trilogi novelnya. Novel tersebut tergolong masih baru terbit, namun sudah masuk dalam jajaran best seller pada tahun 2009 lalu. Ahmad Fuadi lahir tanggal 30 Desember 1972 di Nagari Bayur, Maninjau, Sumatra Barat. Selain menjadi penulis novel, Ahmad Fuadi juga menjalani profesi sebagai praktisi konservasi dan juga wartawan. Ahmad Fuadi termasuk seorang yang punya motivasi tinggi dan pekerja keras. 

Pada novel ini mengisahkan Novel ini bercerita tentang kehidupan 6 santri dari 6 daerah yang berbeda menuntut ilmu di Pondok Madani (PM)  yang jauh dari rumah dan berhasil mewujudkan mimpi menggapai jendela dunia.Mereka sekolah, belajar dan berasrama dari kelas 1 sampai kelas 6. Kian hari mereka semakin akrab dan memiliki kegemaran yang sama yaitu duduk dibawah menara pondok madani. Dari kegemaran yang sama mereka menyebut diri mereka sebagai Sahibul Menara. 

Alif lahir di pinggir Danau Maninjau dan tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya adalah berburu durian runtuh di rimba Bukit Barisan, bermain sepak bola di sawah berlumpur dan tentu mandi berkecipak di air biru Danau Maninjau.

Tiba-tiba saja dia harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatera dan Jawa menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti perintah Ibunya, belajar di pondok.

Di kelas hari pertamanya di Pondok Madani (PM), Alif terkesima dengan “mantera” sakti man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses.

Dia terheran-heran mendengar komentator sepak bola berbahasa Arab, anak mengigau dalam bahasa Inggris, merinding mendengar ribuan orang melagukan Syair Abu Nawas dan terkesan melihat pondoknya setiap pagi seperti melayang di udara.

Dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dekat dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung dan Baso dari Gowa. Di bawah menara masjid yang menjulang, mereka berenam kerap menunggu maghrib sambil menatap awan lembayung yang berarak pulang ke ufuk. Di mata belia mereka, awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian masing-masing. Kemana impian jiwa muda ini membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah: Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.

Kelebihan novel ini penggambaran ceritanya bagus, bahasanya juga enak untuk dibaca, dan banyak hal-hal postif yang bisa kita ambil dari novel ini.

Kekurangannya karena dari gue pribadi entah kenapa kurang suka cerita beginian jadi rada ngebosenin bacanya gue buca ga nyampe beres, tapi gue tau nih cerita sebenernya bagus ko, memotivasi gituu..